Memasuki
tahun yang ke 2 setelah ditempatinya gedung baru fakultas Adab dan Humaniora,
lahan yang berada di belakang fakultas ini masih dalam status tanah sengketa.
Bermula pada saat pertama kali di pindahkannya semua barang-barang, dokumen,
arsip dari kampus 1, tiba-tiba saja pada saat yang bersamaan segerombolan orang
yang berpakaian sipil melakukan aksi pemagaran lahan yang berada dibelakang
fakultas Adab dan Humaniora. Hampir beberapa hari fakultas ini dikhawatirkan
dengan aksi masyarakat yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut.
Bahkan
sempat diantara beberapa yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut mengancam
untuk merusak fasilitas gedung. Pimpinan fakultas Adab dan Humaniora yang juga
ikut memindahkan barang barang fakultas terkejut dengan peristiwa tersebut dan
sempat berdialog dengan beberapa orang itu. Tentu saja para pimpinan, dosen,
dan mahasiswa pada hari itu tak ingin ikut campur mengenai persoalan sengketa
tanah itu karena tak tahu menahu persoalan itu, maka pada saat itu pimpinan
meminta bantuan kepada pengamanan kampus untuk bersiaga sambil memangggil
pimpinan rektorat yang menangani persoalan pertanahan kampus. Walaupun sangat
menganggu aktivitas sivitas akademika fakultas Adab dan Humaniora tetapi proses
perkuliahan tetap jalan.
Berselang
beberapa bulan kemudian, para warga yang mengaku sebagai pemilik tanah
melakukan pemboikotan gedung fakultas Adab dan Humaniora dengan mengunci kedua
pintu masuk fakultas bahkan memasukkan bambu yang baru saja mereka tebang.
Praktis seluruh jalan untk masuk dan menaikki lantai 2 gedung tertutupi oleh
pohon bambu. Sehingga aktivitas para mahasiswa, dosen dan pimpinan pun
terhambat, bahkan saat itu mahasiswa yang akan melakukan ujian meja terpaksa
tertunda karena tak ada lagi ruangan yang bisa ditempati.
Keesokan
harinya para pengurus BEM Fakultas Adab dan Humaniora yang merasa dirugikan
dengan pemboikotan ini kemudian melaporkan peristiwa ini kepada Pembantu Rektor
Bidang Administrasi Umum sekaligus meminta upaya penangan yang serius dari
kampus atas sengketa tanah itu. Pada pertemuan itu, seorang anggota kepolisian
yang dihadirkan untuk menangani kasus ini kemudian dimintai untuk mengupayakan
menghentikan pemboikotan gedung perkuliahan fakultas Adab dan Humaniora.
Sehingga berselang beberapa jam kemudian, ketika polisi telah mengkomunikasikan
penghentian pemboikotan, para mahasiswa, staf dan dosen yang sempat hadir
bersama dengan polisi menertibkan bambu-bambu yang ada didalam gedung tersebut.
Setelah
peristiwa tersebut, tak ada lagi ancaman yang terdengar dari pihak yang mengaku
pemilik lahan. Akan tetapi, yang menjadi persoalan sekarang ialah berdirinya
kantin dibelakang fakultas yang masih dalam status sengketa. Berdirinya
kantin-kantin diarea persengketaan, mengisyaratkan bahwa persoalan tersebut
belumlah selesai. Sampai kapan kepastian lahan tersebut selesai, kita akan
terus menunggu upaya yang serius dari kampus untuk menanganinya. Akhirnya para
sivitas akademika fakultas Adab dan Humaniora berharap persoalan seperti ini
tak terjadi lagi di kampus ini jika ingin dikatakan sebagai kampus peradaban
yang damai dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar