Minggu, 15 Juli 2012

Ciptakan Mahasiswa Terintegrasi Melalui CBP

Direktur CBP Dr Muhammad Sabri AR, MA
BANYAK kejadian yang mengarah pada gejala dehumunisasi. Berangkat dari niat untuk melakukan transformasi nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan dalam ruang kesadaran mahasiswa, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar menggagas pembentukan Character Buildg Program (CBP).

Wartawati Harian FAJAR, Dian Muhtadiah Hamna mewawancara Direktur CBP UIN Alauddin Makassar, Dr Muhammad Sabri AR, MA di Warkop Phoenam Boulevard, Jumat, 8 Juni.  Berikut petikannya :

Bagaimana awal dibentuknya CBP ?

Ya, ide ini berangkat dari keprihatinan saya terhadap berbagai persoalan bangsa yang kompleks. Mulai persoalan ekonomi, politik, sosial, budaya bahkan sampai di perguruan tinggi. Misalnya pembakaran kampus oleh sejumlah mahasiswa saat demonstrasi. Seharusnya mahasiswa mentransformasi nilai kultural, moral, sosial,  intelektual dan spiritual. Ini malah yang diperlihatkan sebaliknya.



Lalu, akar masalahnya dimana ?

Setelah saya pelajari, akarnya terletak pada moralitas dan akhlak bangsa. Sudah klise terdengar harus dibangun kesadaran historis dan masuk ke jantung masyarakat hingga tingkat mahasiswa. Tapi kita sebenarnya butuh model pengejawantahan.

Seperti apa model tersebut?

Tahun 2010, saya ditunjuk sebagai Ketua Panitia Ad Hoc di kampus untuk pengembangan akhlak bangsa. Mulailah saya berkunjung ke beberapa kampus di Indonesia yang representatif  memiliki program sesuai pengembangan akhlak bangsa itu.

Seperti di Universitas Paramadina, Universitas Bina Nusantara, Yayasan Jati Diri Bangsa dan lembaga Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan (MHMMD) milik Ibu Marwah Daud.

Setelah itu saya ramu dan terbentuklah program Character Building Program atau CBP ini. Tahun 2012 , program CBP dikukuhkan oleh rektor menjadi program inti setiap tahun khususnya pada tahun ajaran baru.

Apa saja tujuan CBP ?

Pertama, ingin melakukan transformasi nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan dalam ruang kesadaran civitas akademis yang sejauh ini menggejala dehumanisasi. Kedua, menanamkan moralitas dan wawasan keilmuan di kalangan civitas akademika dan masyarakat.

Program apa saja yang akan dilaksanakan?

Pertama, program Character Building Training (CBT) khusus untuk mahasiswa baru (maba). Kedua,  Program Intensifikasi Bahasa Asing (PIBA) yang terdiri tiga bahasa asing, bahasa Arab, Inggris dan bahasa Mandarin. Kalau bahasa Arab dan Inggris sudah dikembangkan sepuluh tahun terakhir. Bahasa Mandarin kami tambahkan di program PIBA ini. Ketiga adalah program peningkatan kemampuan Baca Tulis Quran (BTQ) khusus maba. Ketiga program ini diolah secara terintegrasi.

Seperti apa program PIBA dan BTQ ?

Dalam program PIBA, maba akan belajar bahasa Inggris secara intensif selama satu tahun. Bahasa Arab di semester awal dan bahasa Inggris di semester akhir. Target awal 200-300 maba. Rencana, akan dibangun pula kampung bahasa di areal kampus.

Adapun dalam program BTQ, kami akan melakukan peningkatan BTQ, pembuatan kaligrafi serta pembinaan terhadap hafidz atau penghafal Alquran. Bahkan, kalau ada maba yang masuk di UIN Alauddin dan telah hapal lebih dari sepuluh juz alquran, dibebaskan SPP hingga selesai kuliah. Target beasiswa untuk hafidz ini 50 orang. 

Bagaimana pola aplikasi program CBT  ?

Setiap tahun UIN Alauddin rata-rata menerima maba sebanyak 4.000 orang untuk tujuh fakultas dan 45 program studi. Nah, angka ini kami bagi menjadi 20 angkatan. Setiap angkatan terdiri 200 maba.

Dari jumlah itu dibagi menjadi dua kelas. Setiap kelas berisi 100 maba atau 10 kelompok. Satu kelompok terdiri 10 maba.

Di setiap kelompok akan dibimbing oleh seorang mentor di gedung Development Center (CBDC)  dengan dua lantai. Gedung ini dibangun hasil dari dana APBNP tahun 2012 sebesar Rp6 miliar. Di gedung inilah para maba akan dibekali materi CBP selama tiga hari.

Seperti apa  materi CBP tersebut?

Hari pertama dan kedua, maba akan dibekali materi inti seperti relasi diri dengan dirinya sendiri, relasi diri dengan orang lain, relasi diri dengan Tuhan dan relasi diri dengan lingkungan termasuk masa depan. Materi tambahannya ada wawasan kebangsaan, akademik skill, serta kemampuan jurnalistik. Di hari terakhir, akan dibuat resolusi hidup.

Seperti apa resolusi hidup itu ?

Si maba harus berkomitmen akan kehidupannya ke depan. Itu dibuat secara tertulis di atas kertas, ditandatangani, disaksikan oleh mentor dan seorang temannya, lalu ditempel di dinding. Misalnya, janji membaca satu halaman Alquran setiap hari. Atau bersedekah seribu rupiah setiap hari. Setelah berkomitmen begitu, mentor masih mengawasinya selama 40 hari untuk melihat bagaimana si maba ini menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana peran mentor di sini?

Karena program ini bersifat wajib selama tiga hari, sang mentor akan mendekati para maba mulai awal hingga selesainya masa training. Kami juga membangun rusunawa bagi mahasiswa yang tak jauh dari gedung CBDC itu. Di situ, mahasiswa diinapkan.

Kabarnya, ini akan menjadi program percontohan perguruan tinggi di Tanah Air ?

Ya, mudah-mudahan karena UIN Alauddin yang  pertama menerapkan ini. Sudah ada tiga perguruan tinggi yang mengajak kerjasama dalam program ini seperti IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, STAIN Kendari dan Univesitas Halu Uleo (Unhalu) Kendari.

Harapan Anda terhadap program BCT ?

Program ini rencananya mulai berjalan September nanti. Itu berlangsung selama lima bulan untuk 20 angkatan. Melalui program ini diharapkan menemukan sosok mahasiswa yang terintegrasi baik pengetahuan Islam dan pengetahuan umum yang berbasis budaya bangsa. Selain itu, mewujudkan kampus peradaban yang melahirkan sosok-sosok santri yang canggih. (*)


Sumber : Fajar Online



Tidak ada komentar:

Posting Komentar