Tulisan ini mendapat penghargaan
sebagai juara II dalam Lomba Esai Tingkat Nasional di Universitas
Airlangga Surabaya, Desember 19 November 2011.
Pendidikan
perpustakaan di Indonesia sudah menginjak usia 59 tahun sejak munculnya
pendidikan formal perpustakaan pada tahun 1952. Dalam usia tersebut pendidikan
perpustakaan sudah tentu mengalami banyak perubahan baik dari segi kurikulum,
kualitas maupun jumlah kuantitas mahasiswanya. Perjalanan sejarah pendidikan
perpustakaan tentunya mempengaruhi pola pikir dan karakter mahasiswa Ilmu
Informasi dan Perpustakaan. Pendidikan perpustakaan pertama kali dimulai dari Kursus
Pendidikan Pegawai Perpustakaan pada tahun 1952 sekaligus awal muncul
pendidikan perpustakaan di
Indonesia, 3 tahun kemudian berganti nama menjadi Kursus Pendidikan Ahli Perpustakaan pada tahun 1955, selanjutnya menjadi Sekolah Perpustakaan yang pada akhirnya berubah nama menjadi Jurusan Ilmu Perpustakaan yang secara resmi masuk ke perguruan tinggi Universitas Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun 1961. Namun karena pada tahun 1963 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan menjadi Insitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang terpisah dari Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Perpustakaan pada saat itu bergabung pada Fakultas Sastra yang berganti nama Fakultas Ilmu Budaya pada tahun 2002. Dengan masuknya Jurusan Ilmu Perpustakaan di perguruan tinggi, maka banyak perguruan tinggi baik swasta maupun negeri yang mulai membuka program studi Ilmu Perpustakaan.
Pada
penulisan ini penulis menggunakan nama “Ilmu Informasi dan Perpustakaan” dalam
menjelaskan karakter mahasiswanya sebagai judul yang telah disyaratkan dalam
hal ini mewakili nama-nama jurusan yang berbeda antara lain “Ilmu
Perpustakaan”, “Ilmu Informasi”, serta “Ilmu Perpustakaan dan Informasi”
sehingga nantinya secara menyeluruh dapat terkait karena pada hakikatnya memang
fenomena inilah yang kita lihat saat ini. Melihat perjalanan jurusan Ilmu
Informasi dan Perpustakaan pada saat ini banyak perguruan tinggi penyelenggara jurusan
Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang mencoba untuk mengembangkan disiplin
ilmunya dan memperluas kajiannya dalam bidang perpustakaan. Akan tetapi jika
kita melihat kenyataan sampai pada era globalisasi informasi ini perguruan
tinggi yang menyelenggarakan jurusan ini masih ketinggalan jauh dalam hal
pengembangan akademik, kompetensi disiplin ilmu sehingga mahasiswa jurusan Ilmu
Informasi dan Perpustakaan sebagai calon pustakawan belum siap beradaptasi
dengan dunia kerja. Ini mungkin disebabkan ketidakmampuan para akademisi Ilmu
Informasi dan Perpustakaan dalam
menyelesaikan persoalan internal dalam tubuh jurusan ini sendiri. Salah
satu faktor yang mempengaruhi masalah ini bahwa tidak adanya kejelasan para
pencetus jurusan ini dalam mengembangkan jurusan ini. Jurusan Ilmu Perpustakaan
di Indonesia pertama kali dimulai di Universitas Indonesia yang dimana juga
mempengaruhi kampus-kampus yang lain dalam perjalanan jurusan ini. Guru besar
bidang ilmu perpustakaan Indonesia bernama Sulistyio Basuki menjadi
satu-satunya orang yang berpengaruh dalam dunia pendidikan perpustakaan sehingga
sampai saat ini jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan masih sepenuhnya
menerapkan pemahaman atau teorinya dalam hal penempatan Ilmu Informasi dan
Perpustakaan pada Fakultasnya. Bahkan banyak perguruan tinggi penyelenggara
pendidikan perpustakaan tidak menjelaskan dalam mata kuliah yang mempelajari
hakikat dari Ilmu Perpustakaan dan asal usul ilmu perpustakaan dikatakan
sebagai sebuah disiplin ilmu. Efek dari tidak adanya penagangan yang serius
dalam pengembangan jurusan ini ialah banyak diantara perguruan tinggi yang
menyelenggarkan jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang mempunyai status
nama jurusan yang berbeda di Indonesia. Hal inilah yang sebetulnya menjadi
titik fokus dan urgen untuk bagaimana kita dapat melakukan penyatuan sehingga
tidak ada lagi persoalan yang muncul yang dikarenakan oleh nama jurusan yang
berbeda disetiap Kampus. Walaupun sudah banyak yang pernah mengadakan upaya
baik lokakarya atau seminar dalam membahas perbedaan nama jurusan akan tetapi
secara umum belum mengahasilkan penyatuan bersama dalam menetapkan nama
jurusan. Beberapa nama yang selalu kita lihat di setiap perguruan tinggi antara
lain, Ilmu Perpustakaan, Ilmu Informasi, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, dan
Ilmu Informasi dan Perpustakaan.Indonesia, 3 tahun kemudian berganti nama menjadi Kursus Pendidikan Ahli Perpustakaan pada tahun 1955, selanjutnya menjadi Sekolah Perpustakaan yang pada akhirnya berubah nama menjadi Jurusan Ilmu Perpustakaan yang secara resmi masuk ke perguruan tinggi Universitas Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun 1961. Namun karena pada tahun 1963 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan menjadi Insitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang terpisah dari Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Perpustakaan pada saat itu bergabung pada Fakultas Sastra yang berganti nama Fakultas Ilmu Budaya pada tahun 2002. Dengan masuknya Jurusan Ilmu Perpustakaan di perguruan tinggi, maka banyak perguruan tinggi baik swasta maupun negeri yang mulai membuka program studi Ilmu Perpustakaan.
Kita
ketahui bahwa pada hakikatnya Ilmu Perpustakaan lebih dulu lahir dibandingkan
Ilmu Informasi namun seiring berkembangnya informasi dan semakin banyak
informasi membuat kajiannya semakin meluas sehingga muncul integrasi dari dua
disiplin ilmu ini dengan nama Ilmu Perpustakaan dan Informasi serta Ilmu
Informasi dan Perpustakaan. Perpustakaan tidak dapat dipisahkan dengan sumber
informasi sebab perpustakaanlah yang menjadi wadah untuk penyimpangan sumber
informasi. Apalagi satu-satunya wadah yang masih tetap eksis dalam mengolah,
menjaga, dan menyebarluaskan informasi hanyalah perpustakaan. Wajarlah jika
mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan sebagai calon pustakawan perlu
mempersiapkan dirinya sebagai agen informasi di era informasi.
Perbedaan
itulah yang juga menyebabkan sampai saat ini kita tidak mampu menempatkan
jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan berada di fakultas yang sesungguhnya.
Wacana ini bukan lagi berita yang baru bagi mahasiswa jurusan Ilmu Informasi
dan Perpustakaan sebab realitas yang terjadi bahwa seluruh mahasiswa Ilmu
Informasi dan Perpustakaan mempertanyakan perbedaan ini. Ketidakjelasan fakultas
yang ditempati itu dengan sendirinya juga memunculkan kesan negative karena
kita tidak mengetahui posisi disiplin Ilmu Informasi dan Perpustakaan. Walaupun
sebagian para mahasiswa pernah mengatakan bahwa dari perbedaan itulah yang
menjadi kelebihan karena ternyata jurusan kita mampu hidup disemua disiplin
ilmu yang ada dan mampu menyesuaikan mata kuliahnya dengan fakultas yang
menaunginya. Akan tetapi pada silabus perkuliahan di setiap kampus yang
mempunyai jurusan ini tidak menemui kurikulum yang memadai bahkan terkadang
kita mendapatkan silabus yang berbeda karena harus di integrasikan dengan
fakultasnya.
Untuk
memecahkan masalah tersebut bukanlah hal yang mudah, harus ada upaya yang
serius untuk mempersatukan pemikiran para akademisi dan praktisi perpustakaan dengan
pertemuan formal membahas problem tersebut. Tentunya mahasiswa juga mempunyai
peran yang sangat besar dalam hal ini sebab masalah ini menjadi titik tolak
mahasiswa perpustakaan untuk menentukan karakter mahasiswa informasi dan
perpustakaan. Adanya wadah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang menjadi
mediator profesi pustakawan di Indonesia harusnya dapat berbuat banyak dalam
pengembangan jurusan. Akan tetapi ditubuh internal Ikatan Pustakawan Indonesia
juga punya persoalan pada anggota-anggotanya yang rata-rata bukan berasal dari
alumni Ilmu Informasi dan Perpustakaan, sehingga Ikatan Pustakawan Indonesia
tidak ideal. Untuk mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan memiliki wadah
Himpunan Mahasiswa Perpustakaan dan Informasi Indonesia (HMPII) yang menjadi
naungan mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan se Indonesia. Organisasi ini
sebetulnya sangat diperlukan gerakannya dalam memberikan idea tau pemikiran
yang baru mengenai pengembangan jurusan. Namun Himpunan Mahasiswa Perpustakaan
dan Informasi Indonesia (HMPII) masih berada dalam kesibukan fase konsolidasi
internal kelembagaan sehingga belum ada tindakan yang berarti.
Sedemikian
banyaknya persoalan yang terjadi didalam pendidikan perpustakaan mnuntut adanya
peran yang nyata dari mahasiswa. Mahasiswa pada dasarnya mempunyai tanggung
jawab yang besar sebagai kaum intelektual, tanpa ada gebrakan dari kalangan
mahasiswa maka intelektual mereka menjadi beku. Keterkunkungan mahasiswa dalam
berkreasi dan berkreativitas akan melahirkan mahasiswa yang tidak mempunyai
karakter dalam pribadinya serta tidak mempunyai nilai dari orang diluar
dirinya. Inilah yang perlu menjadi perhatian mahasiswa Ilmu Informasi dan
Perpustakaan di era globalisasi informasi sekarang ini agar berupaya untuk
melakukan kreativitas atau gerakan yang nyata sebagai insan akademis. Mahasiswa
Ilmu Informasi dan Perpustakaan harus bergerak dinamis sehingga mereka tidak
hanya terfokus pada wilayah pengelolaan informasi semata di dalam perpustakaan.
Akan tetapi mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan punya kekuatan dalam hal
mempengaruhi masyarakat secara meluas tanpa membedakan struktur sosial dalam
menarik simpati masyarakat untuk memberdayakan perpustakaan sebagai sumber
belajar dan mendapatkan informasi.
Tentu juga kita harus pahami bahwa karakter mahasiswa
saat ini bemacam-macam, adanya mahasiswa yang bersifat hedonisme dalam dunia
kampus mempengaruhi proses pembentukan karakter mahasiswa yang acuh tak acuh
bahkan hanya ingin bersenang-senang tanpa ada aktualisasi dari nilai-nilai
akademis yang dia peroleh. Kemudian munculnya mahasiswa yang bersifat akademis
yang hanya fokus pada perkuliahan dan pencapaian nilai semata membuat karakter
mahasiswa tersebut tidak mempunyai kepekaan sosial dalam menerapkan ilmu yang
mereka dapatkan. Padahal untuk mencapai kesuksesan bukanlah kecerdasan
intelektual semata yang menentukan akan tetapi harus didukung oleh kecerdasan
emosional dan spiritual mahasiswa. Untuk mengasah kecerdasan tersebut mahasiswa
butuh sebuah wadah untuk beraktualisasi yakni organisasi. Mahasiswa yang berorganisasi adalah mahasiswa
yang ingin melalukan proses pengembangan diri dan pembentukan karakter sehingga
dengan organisasi dijadikan sebagai alat untuk mencari jati diri yang paripurna
serta penunjang menuju kesuksesan. Tipe
mahasiswa semacam inilah yang dikatakan mahasiswa organisator. Selanjutnya
mahasiswa yang aktif keluar melakukan kegiatan-kegiatan sosial serta melakukan
advokasi terhadap apa yang dilihatnya sebagai hal yang keliru adalah mahasiswa
aktivis. Dengan kepekaan sosial terhadap isu-isu yang berkembang maka secara
sadar mereka melakukan interaksi sosial yang tujuannya untuk mengaktualisasi
nili-nilai luhur yang didapatkan melalui organisasi.
Dalam
membangun mahasiswa perpustakaan di era informasi yang berkarakter di perlukan
ada upaya yang semestinya diterpkan ole fihak perguruan tinggi dan terkhusus
pada pengelola jurusan. Ketika fihak tersebut menerapkan kurikulum atau silabus
perkuliahan yang dapat menunjang dalam pengembangan skill diera informasi yang
serba digital ini maka dengan sendirinya akan muncul karakter mahasiswa yang
dapat diandalkan. demikian juga dengan lembaga kemahasiswaan perpustakaan yang
ada didalam kampus dapat berperan sebagai organisasi pencipta kader yang punya
karakter yang kuat karena didalam lembaga tersebut mahasiswa secara terorganisir
memposisiskan diri mereka sebagai wadah pengembangan intelektual dan mengasah
kemampuan emosional dan spiritual. Banyak mahasiswa yang telah menyelesaikan
kuliah dari kampus yang kemudian tidak punya pengalaman dan tidak punya
kemampuan untuk berinteraksi terhadap masyarakat yang ada disekelilingnya
karena pada saat mahasiswa dia melewatkan kesempatan untuk berorganisasi.
Adapun karakter-karakter yang perlu
dimiliki oleh mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan di era informasi saat
ini yaitu:
1. Memiliki
wawasan yang luas terhadap berbagai disiplin ilmu karena mahasiswa Informasi dan Perpustakaan adalah pengelola
informasi yang menjadikan dirinya sebagai agen informasi atau mediator antar
pengguna informasi.
2. Memiliki
keinginan yang kuat untuk selalu berusaha memberikan pelayanan informasi yang
maksimal dalam membangun masyarakat informasi di era kelimpahruahan informasi
yang serba digital.
3. Memilki
komitmen yang dilandasi semangat ideologis Tridarma Perguruan Tinggi sehingga
wujud dari pengamalan tersebut dapat tersalurkan melalui pendidikan, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat dalam kajiannya yakni mahasiswa jurusan Ilmu
Informasi dan Perpustakaan.
4. Memiliki
keterampilan dan mengupayakan diri untuk mengikuti dan menguasai perkembangan
dunia teknologi yang serba canggih dalam hal pelayanan informasi sehingga
mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan tidak ada lagi yang tidak tahu
menggunakan teknologi informasi. Apalagi dengan adanya konsep perpustakaan
digital atau maya yang menuntut kita untuk mengusai system tersebut.
5. Memiliki
Kepekaan sosial, dengan berbagai kegiatan sosial yang sifatnya dapat
mengarahkan masyarakat menjadi masyarakat informasi dan cinta perpustakaan
serta masyarakat yang gemar membaca sehingga posisi mahasiswa sebagai agen,
mediator, komunikator, dan distributor informasi.
6. Bergerak
dinamis, mahasiswa perpustakaan dan informasi bukan hanya terfokus pada
perpustakaan dalam menyebarkan informasi, tetapi mahasiswa perpustakaan dan
informasi sebisa mungkin menjadi sumber pemberi informasi dan pengetahuan
kepada orang yang membutuhkan informasi kapanpun dan dimanapun. Jadi Ilmu
Informasi dan Perpustakaan tidak hanya mengelola informasi tetapi juga
menguasai informasi secara up-date baik dengan media cetak maupun elektronik.
Salah satu yang dapat dilakukan ialah mengajak mahasiswa yang jarang atau tidak
pernah masuk keperpustakaan untuk rajin keperpustakaan dengan cara yang
simpatik dan strategi yang dinamis apalagi pelajar dan mahasiswa pada saat ini
sangat malas memanfaatkan perpustakaan padahal sebagai seorang mahasiswa
harusnya sadar akan identitasnya. Tetapi persoalannya saat ini ternyata
mahasiswa jurusan perpustakaan dan informasi sendiri yang malas keperpustakaan.
7. Memiliki
daya kritis dan analisis mengenai sistem informasi yang digunakan oleh
perpustakaan dan lembaga informasi sehingga mahasiswa perpustakaan dapat
memberikan konstribusi dengan daya analisis yang dilakukan terhadap pengaruh sistem
informasi yang digunakan dalam melakukan pelayanan informasi kepada masyarakat
khususnya pemustaka. dengan kemampuan ini kita dapat mengetahui dimana letak
kekurangan system informasi tersebut agar dapat perbaharui sesuai dengan
kebutuhan masyarakat serta melakukan diskusi terhadap isu-isu yang terjadi
didalam dunia perpustakaan.
8. Memilki
kreatifitas, mahasiswa informasi perpustakaan mestinya memiliki daya kreatif
sehingga perpustakaan yang dijadikan sebagai sumber informasi itu dapat
didesain dengan system yang baru agar tidak membosankan atau dengan upaya aktif
keluar artinya dengan membuat semacam media seperti majalah atau Koran yang
berbentuk sosialisasi pemberdayaan perpustakaan atau kesadaran masyarakat dalam
mencerdaskan bangsa. Contoh yang dapat dilakukan perpustakaan yakni dengan
melakukan sistem pengiriman buku seperti halnya KFC yang dengan pelayanan antar
langsung ditempat atau dengan membuat semacam warung atau kafe yang
memfasilitasi bahan bacaan yang disertai dengan makanan dan minuman sehingga
dalam mencari informasi itu dapat diperoleh dengan santai.
Jadi
mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan semestinya memiliki karakter seperti
diatas tersebut, dengan begitu akan lahirlah calon-calon pustakawan yang
professional yang dapat memberikan konstribusi yang sangat berarti buat
perkembangan dunia pendidikan perpustakaan dan perpustakaan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar