Sebagai lembaga eksekutif mahasiswa sudah sewajarnya Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora tampil ke depan untuk menjadi
mediator, fasilitator dan penghubung aspirasi dan apresiasi mahasiswa fakultas
Adab dan Humaniora. Bukan hanya aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan
pembinaan dan pengembangan akademik, profesi, bakat dan minat, tetapi juga
berpartisipasi aktif dalam pengembangan dan kemajuan Fakultas Adab dan
Humaniora. Namun tentunya partisipasi BEM Fakultas Adab dan Humaniora harus
sejalan dengan pimpinan fakultas maupun jurusan sebagai mitra kerja pencapaian
visi dan misi serta arah kerja fakultas.
Dinamika kelembagaan yang terjadi dalam tubuh BEM dan HMJ Sejajaran
Fakultas Adab dan Humaniora senantiasa di jadikan sebagai sebuah proses
pembelajaran dan pendewasaan diri oleh mahasiswa yang menjadi pengurus walaupun
terkadang banyak diantara pengurus yang rela berkorban baik kinerja, waktu bahkan
materi, demi pengabdian kepada Fakultas melalui kegiatan-kegiatanya. Perjalanan
roda organisasi mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora saat ini cukup
memprihatinkan, memasuki bulan yang kelima masa kepengurusan untuk periode
2012-2013 ini terdapat berbagai persoalan dan kendala yang dihadapi dalam
menjalankan aktivitas organisasi. Kendala yang paling utama dan paling pertama
di hadapi ketika ingin membuat kegiatan yaitu pendanaan. Mahasiswa menyadari
bahwa dalam dinamika organisasi tentu kita diperhadapkan pada masalah dan
kendala, sebagaimana proses itulah yang membuat kita belajar menjadi dewasa
berorganisasi dalam melahirkan solusi. Masalah yang dihadapi lembaga mahasiswa
bukanlah penghalang untuk tetap berkreasi dan berkarya namun apakah selama ini
kegiatan lembaga intra kampus tak punya anggaran pembinaan dan kesejahteraan
lembaga mahasiswa ?, jika ternyata ada tentu yang menjadi persoalan mengapa
sampai sejauh ini realisasi dan transparansi pendanaan tidak ada.
Di sisi lain, selain sibuk pada persoalan internal kelembagaan tersebut,
tentunya BEM dan HMJ Fakultas Adab dan Humaniora tetap memperhatikan aktivitas
akademik, administratif, dan kemahasiswaan fakultas Adab dan Humaniora itu
sendiri. Menurut pengamatan yang kita lihat masih banyak juga persoalan yang
muncul, diantaranya :
1.
Untuk
di bidang akademik ada beberapa persoalan yang sering kita dapatkan yaitu :
a.
Penasehat
Akademik (PA) : Perlu untuk kita revitalisasi peran dan fungsi dari Penasehat
akademik itu sendiri sebab selama ini kesannya hanya bagaikan formalitas
semata, padahal mestinya PA di sini berperan aktif untuk membimbing, memacu dan
menasehati prestasi akademik mahasiswa di setiap angkatan dan kelompok,
sehingga tak muncul lagi mahasiswa yang jarang masuk kuliah dan nilainya
bermasalah. Dengan begitu, tidak menjadi hal sia-sia bagi mahasiswa ketika harus
mencari dosen PA yang susah ditemukan dan tak pernah muncul atau PA yang tidak
pernah tahu mahasiswanya.
b.
Kualifikasi
Dosen : Jumlah dosen
dengan kualifikasi keilmuan Ke-Adab-an dan Humaniora masih sangat kurang.
Kalaupun ada, itupun biasanya diisi dengan dosen yang direkrut dari lulusan
perguruan tinggi umum yang minus penguasaan keilmuan Islam. Komposisi kurikulum
hanyalah penambahan mata kuliah umum atau mata kuliah dari jurusan yang ada di
fakultas Adab dan Humaniora, bukan mengintegrasikan antara keilmuan dan
keislaman. Padahal upaya integrasi seharusnya yang diperlukan adalah dosen yang
menguasai ilmu-ilmu humaniora sekaligus memiliki kompetensi keilmuan Islam
serta mampu mengintegrasikan keduanya. Sehingga ketika kita belajar di Ilmu
Perpustakaan dan Bahasa dan Sastra Inggris kita mendapatkan mata kuliah yang
terintergrasi langsung dengan pengetahuan perpustakaan persepektif islam atau
sastra inggris perspektif islam. Namun mungkin saja ini disebabkan karena belum
adanya alumni atau perguruan tinggi yang memfasilitasi magister untuk integrasi
ilmu tersebut.
c.
Dosen
Pembimbing : Seringnya mahasiswa terlambat selesai, salah satu penyebabnya
ialah adanya kesan di persulit. Mungkin selama ini mahasiswa mengira sulitnya
menyelesaikan studi karena faktor kemalasan untuk mengurus namun ternyata
faktor tersebut bukanlah sepenuhnya yang menjadi alasan, sebab kondisi yang
kita lihat bahwa ternyata kita masih mendapati beberapa dosen yang sengaja
mempersulit, salah satu contohnya ialah ketika judul skripsi seorang mahasiswa
telah di setujui namun pada saat ditengah proses penyelesaian penelitian
tiba-tiba ada dosen pembimbing yang langsung menyuruh untuk ganti judul,
kajiannya atau pokok penelitian bahkan terkadang tanpa ada solusinya, apalagi jika
yang ditunjuk jadi dosen pembimbing lagi kuliah diluar negeri atau luar kota. Kebanyakan
juga yang hanya fokus pada metodologi penulisannya dibandingkan isi penelitiannya.
Pada akhirnya mahasiswa berharap tak ada lagi tagline “Gampang masuk, susah
keluar” yang terdengar di Fakultas Adab dan Humaniora.
2.
Untuk
di bidang administrasi umum dan keuangan ada beberapa persoalan yang perlu
diperhatikan dan di selesaikan yaitu :
a.
Perlu
adanya transparansi dan kelancaran dana tetap lembaga Kemahasiswaan Fakultas
Adab dan Humaniora (BEM & HMJ sejajaran) setiap periode kepengurusan. Hal
tersebut menjadi sangat penting bagi para pengurus lembaga kemahasiswaan sebab
selama ini kita menyadari bahwa kendala utama mahasiswa dalam melaksanakan
program kerjanya adalah dana. Sebenarnya lembaga mahasiswa punya dana yang
tetap setiap periode dan setiap semester dari pembayaran spp mahasiswa seperti
halnya BEM dan HMJ di Fakultas lain, namun bagi lembaga mahasiswa fakultas Adab
dan Humaniora sendiri terkadang dalam setiap periodenya hanya mendapatkan
separuh dari dana yang telah ditetapkan, entah kenapa hal demikian terjadi.
Misalnya untuk periode 2012-2013 rencana anggaran lembaga mahasiswa (BEM dan
HMJ) untuk pembinaan mahasiswa sebesar Rp. 43.750.000 yang kemudian di rincikan
untuk masing-masing BEM dan HMJ (sumber RKA-KL). Berulang kali kami
meminta keterangan kepada pimpinan Fakultas mengenai pendanaan BEM dan HMJ
namun tidak ada jawaban yang jelas. Nah disinilah kita membutuhkan peran dari pembantu
dekan II dan bendahara fakultas untuk serius memperhatikan dana kemahasiswaan
setiap periode kepengurusan agar tak lagi terlambat dan terhambat.
b.
Kejelasan
uang pembinaan kegiatan kemahasiswaan baru angkatan 2011 yang di bayar pada
saat semester 1 sebesar Rp 175.000 per orang. Menurut informasi yang didapatkan
pengurus lembaga bahwa dana tersebut sampai saat ini belum sampai ke fakultas,
entah apa alasannya sehingga hal demikian terjadi. Padahal dari pembayaran
sebesar Rp 175.000,- ini pembagiannya sudah diatur bahwa biaya pembuatan
almamater Rp. 75.000,- dan sisa RP. 100.000 tersebut kemudian 40% di kelola
oleh pihak universitas untuk pembinaan kegiatan lembaga kemahasiswaan tingkat
universitas (BEM-U dan UKM) dan sisa 60% untuk pembinaan kegiatanlembaga kemahasiswaan (BEM-F dan HMJ). Apakah kita harus
merelakan uang yang menjadi hak mahasiswa menjadi tidak jelas arahnya ?
sekali
lagi keseriusan pimpinan dan keterbukaannya sangat dibutuhkan sebagai mitra
lembaga kemahasiswaa.
c.
Perlu
adanya transparansi dan keadilan pemberian beasiswa kepada mahasiswa. Untuk hal
ini dibutuhkan sikap adil sebab selama ini pemberian beasiswa terkesan tidak
adil bahkan terkadang hanya diberikan kepada orang-orang dekat. Kami
mengusulkan kepada pimpinan fakultas untuk memberikan kepercayaan kepada BEM
dan HMJ untuk mengusulkan nama-nama mahasiswa yang betul-betul membutuhkan atau
yang berhak mendapatkan beasiswa sesuai dengan persyaratan yang berlaku bahkan
jika perlu harusnya para pengurus BEM dan HMJ lah yang diperhatikan sebab
mereka selama ini mengabdi kepada jurusan dan fakultas dalam mewujudkan visi
dan misi jurusan dan fakultas Adab dan Humaniora melalui kegiatan. Bahkan
lembaga kemahasiswaan menginginkan adanya pemberian tugas menulis karya tulis
ilmiah kepada mahasiswa yang mendapatkan beasiswa seperti yang dilakukan oleh
Bank Indonesia, sehingga ada konstribusi yang bisa dihasilkan dan diperlihatkan
mahasiswa yang mendapat beasiswa. Berkaca pada kampus UGM yang memiliki
mahasiswa yang hebat dalam menulis, salah satu yang mereka terapkan ialah mahasiswa
penerima beasiswa di wajibkan menyetor karya tulis ilmiah, sehingga melalui
penerapan tersebut budaya menulis mahasiswa Adab dan Humaniora semakin nyata.
Apalagi mahasiswa Adab selama ini kering akan karya tulis padahal kita adalah
fakultas Adab yang memiliki mahasiswa calon sastrawan.
d.
Penyediaan
fasilitas kantor atau sekretariat lembaga mahasiswa. Selama ini salah satu
kendala yang dihadapi pengurus lembaga yaitu tidak adanya komputer dan print
sebagai aspek penunjang kelancaran administrasi persuratan. Mungkin hal ini
sepele bagi kita namun sangat penting dalam kegiatan keorganisasian , sebab
selama ini ketika ingin membuat persuratan terkadang tertunda karena harus ke
rental komputer atau print out. Selain itu saat ini memasuki setengah periode
kepengurusan BEM dan HMJ belum mendapatkan pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK)
yang biasanya tahun-tahun sebelumnya didapatkan diawal kepengurusan.
e.
Pengelola
dan aturan perpustakaan fakultas. Aturan perpustakaan fakultas Adab dan
Humaniora yang melarang membawa notebook atau laptop kedalam perpustakaan
sangat rancu, padahal tujuan mahasiswa untuk membawa laptop yaitu untuk
mencatat atau mengetik langsung di laptop hasil dari bacaannya. Mungkin saja
karena pengelola perpustakaan tersebut tidak mengetahui aturan umum sebuah
perpustakaan sebab kenyataannya pengelolanya bukan dari alumni ilmu
perpustakaan padahal fakultas kita punya alumni dan mahasiswa dari jurusan
perpustakaan. Sehingga strategi pengelolaan dan menarik minat berkunjung
mahasiswa hampir tidak ada, maka perpustakaan bagaikan ruangan museum.
Disinilah juga letak tidak adanya upaya pemberdayaan alumni sendiri baik di
jurusan, IP, BSI, BSA, dan SKI.
f.
Belum
ada upaya yang serius yang di perlihatkan pimpinan fakultas dalam menangani
area parkir kendaraan bermotor, sebagaimana yang kita perhatikan setiap harinya
terjadi kesembrawutan. Sengketa lahan di belakang fakultas yang seharusnya
menjadi area parkir hingga saat ini kurang diupayakan untuk dicari solusi , dan
sampai kapan akan seperti ini ? Selain fasilitas parkir yang kurang di
perhatikan, ternyata toilet atau wc umum masih kurang perhatian dari cleaning
service.
g.
Kesan
sistem online KRS yang hanya sekedar formalitas, bagaimana tidak ketika
sosialisasi dari petugas sistem online kampus menyampaikan bahwa proses
pengurusan KRS yang dulunya manual kini menjadi sistem Online namun pada saat
penerapan berlangsung justru kita disibukkan dengan aktivitas print out dari
data KRS sistem online tersebut. Bahkan mirisnya beberapa jurusan tidak mau
menerima hasil print out KRS jika tidak memiliki foto atau tidak tercantum
tanggal download melalui file PDF. Kesan yang muncul dikalangan mahasiswa ada
faktor kesengajaan yang dilakukan sebagai upaya untuk menyibukkan mahasiswa
dengan aktifitas KRS yang dulunya di fakultas dan universitas pengurusan KRS
hanya simple bahkan terkadang tidak ada di fakultas Adab. Maka untuk apa
sistem Online jika kemudian harus menyetor dalam bentuk manual (Print
Out) ?
3.
Untuk
di bidang kemahasiswaan beberapa persoalan yang harus diperhatikan yaitu :
a.
Kurangnya
respon mahasiswa terhadap kegiatan kemahasiswaan yang di buat oleh lembaga
kemahasiswaan (BEM & HMJ) karena adanya pergeseran aktivitas mahasiswa yang
dulunya sangat apresiasi dengan kegiatan lembaga namun sekarang mahasiswa di
sibukkan dengan main internet atau kegiatan lainnya yang bersifat hedon. Salah
satu penyebab hilangnya daya tarik mahasiswa untuk mengikuti kegiatan lembaga
yaitu tidak adanya bentuk penghargaan atau nilai dari pihak kampus kepada
mahasiswa yang mengikuti kegiatan-kegiatan lembaga seperti seminar, diskusi, atau
kegiatan yang lain, yang dulunya ada sistem penerapan nilai SKS sertifikat yang
diperoleh melalui kegiatan yang diikuti mahasiswa. Padahal salah satu wadah
untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa yaitu dengan mengikuti
kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, bukan hanya dibangku kuliah. Maka perlu ada
kebijakan dari pimpinan untuk menerapkan sistem SKS sertifikat kegiatan
mahasiswa ketika ingin menyelesaikan studi. Selain itu, Ini juga diakibatkan
karena tidak adanya orientasi pengenalan akademik atau yang lazim di sebut
OPAK. OPAK yang selama ini sebagai wadah mengenalkan dan mengajak mahasiswa
untuk aktif berorganisasi, kini yang terjadi acuh tak acuh dan cuek terhadap
sesama mahasiswa sehingga kebersamaan fakultas Adab dan Humaniora tak terlihat
lagi seperti yang dulu. Mungkin kita tinggal menunggu tagline mahasiswa Adab
“Besar dalam kekecilannya atau Besar dalam kebersamaan” berubah menjadi “Kecil
Karena Kekecilanya”. Maka lembaga mahasiswa sangat butuh wadah untuk mengaktualisasikan
dirinya dalam kegiatan OPAK sebagai ajang silaturahmi dan budaya saling
menhargai. Jika pimpinan universitas tak lagi mau mengadakan OPAK, maka perlu
ada kebijakan fakultas sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
b.
Kurangnya
perhatian pimpinan fakultas terhadap kemahasiswaan saat ini, salah satu
contohnya ialah kurangnya motivasi dan dukungan kepada mahasiswa untuk
berorganisasi sehingga mahasiswa saat ini hanya condong kepada aktivitas kuliah
saja tanpa dibarengi dengan berorganisasi, padahal selama ini organisasi
merupakan wadah mahasiswa mengasah kepemimpinan dan pengalaman sebab di bangku
kuliah tidak didapatkan soft skill baik emosional, spritual dan
intelektual. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora sangat
merasakan dampak dari kurangnya minat mahasiswa untuk berorganisasi. Salah satu
keluhannya ialah jarangnya mahasiswa yang ingin ikut berpartisipasi dalam
kegiatan, dan daya kritis dan kreatifitas mahasiswa berkurang. Ditambah lagi
dengan akan adanya program yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 ini yaitu
salah satunya CBP, yang nantinya tidak ada lagi ruang mahasiswa baru untuk
mengikuti kegiatan organisasi dan tentu saja peluang lembaga mahasiswa intra
dan ekstra maupun penyalur bakat dan minat dengan sendirinya akan kehilangan kesempatan
untuk merekrut anggota baru. Maka wajar kesan yang muncul di kalangan mahasiswa
saat ini bahwa mahasiswa hanya diarahkan dan disibukkan kepada aktivitas
akademik semata, dan adanya wacana seperti NKK dan BKK yang dilakukan pada
rezim orde baru dalam membendung gerakan-gerakan mahasiswa.
Pada akhirnya
perlu kita sadari bersama bahwa posisi mahasiswa dalam sebuah perguruan tinggi
merupakan sasaran untuk melahirkan sumber daya manusia yang handal professional
di kemudian hari bagi masyarakat. Tentunya kita berharap keluhan-keluhan di
atas dapat di tindak lanjuti oleh pimpinan sebagai bentuk perhatian kondisi
fakultas dan keprihatinan lembaga kemahaiswaan. Peran mahasiswa melalui lembaga
kemahasiswaannya diharapkan mampu mengubah paradigma seluruh civitas akademika
UIN Alauddin Makassar yang ada di kampus supaya lebih positif, kolaboratif,
adaptif dan inovatif.
Penulis adalah Ketua BEM Fakultas Adab
dan Humaniora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar