Rabu, 20 Juni 2012

Lembaga Kemahasiswaan dan Berbagai Permasalahan di Fakultas Adab dan Humaniora


            Sebagai lembaga eksekutif mahasiswa sudah sewajarnya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora tampil ke depan untuk menjadi mediator, fasilitator dan penghubung aspirasi dan apresiasi mahasiswa fakultas Adab dan Humaniora. Bukan hanya aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan akademik, profesi, bakat dan minat, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pengembangan dan kemajuan Fakultas Adab dan Humaniora. Namun tentunya partisipasi BEM Fakultas Adab dan Humaniora harus sejalan dengan pimpinan fakultas maupun jurusan sebagai mitra kerja pencapaian visi dan misi serta arah kerja fakultas.

Dinamika kelembagaan yang terjadi dalam tubuh BEM dan HMJ Sejajaran Fakultas Adab dan Humaniora senantiasa di jadikan sebagai sebuah proses pembelajaran dan pendewasaan diri oleh mahasiswa yang menjadi pengurus walaupun terkadang banyak diantara pengurus yang rela berkorban baik kinerja, waktu bahkan materi, demi pengabdian kepada Fakultas melalui kegiatan-kegiatanya. Perjalanan roda organisasi mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora saat ini cukup memprihatinkan, memasuki bulan yang kelima masa kepengurusan untuk periode 2012-2013 ini terdapat berbagai persoalan dan kendala yang dihadapi dalam menjalankan aktivitas organisasi. Kendala yang paling utama dan paling pertama di hadapi ketika ingin membuat kegiatan yaitu pendanaan. Mahasiswa menyadari bahwa dalam dinamika organisasi tentu kita diperhadapkan pada masalah dan kendala, sebagaimana proses itulah yang membuat kita belajar menjadi dewasa berorganisasi dalam melahirkan solusi. Masalah yang dihadapi lembaga mahasiswa bukanlah penghalang untuk tetap berkreasi dan berkarya namun apakah selama ini kegiatan lembaga intra kampus tak punya anggaran pembinaan dan kesejahteraan lembaga mahasiswa ?, jika ternyata ada tentu yang menjadi persoalan mengapa sampai sejauh ini realisasi dan transparansi pendanaan tidak ada. 
Di sisi lain, selain sibuk pada persoalan internal kelembagaan tersebut, tentunya BEM dan HMJ Fakultas Adab dan Humaniora tetap memperhatikan aktivitas akademik, administratif, dan kemahasiswaan fakultas Adab dan Humaniora itu sendiri. Menurut pengamatan yang kita lihat masih banyak juga persoalan yang muncul, diantaranya :

1.      Untuk di bidang akademik ada beberapa persoalan yang sering kita dapatkan yaitu :
a.       Penasehat Akademik (PA) : Perlu untuk kita revitalisasi peran dan fungsi dari Penasehat akademik itu sendiri sebab selama ini kesannya hanya bagaikan formalitas semata, padahal mestinya PA di sini berperan aktif untuk membimbing, memacu dan menasehati prestasi akademik mahasiswa di setiap angkatan dan kelompok, sehingga tak muncul lagi mahasiswa yang jarang masuk kuliah dan nilainya bermasalah. Dengan begitu, tidak menjadi hal sia-sia bagi mahasiswa ketika harus mencari dosen PA yang susah ditemukan dan tak pernah muncul atau PA yang tidak pernah tahu mahasiswanya.   
b.      Kualifikasi Dosen : Jumlah dosen dengan kualifikasi keilmuan Ke-Adab-an dan Humaniora masih sangat kurang. Kalaupun ada, itupun biasanya diisi dengan dosen yang direkrut dari lulusan perguruan tinggi umum yang minus penguasaan keilmuan Islam. Komposisi kurikulum hanyalah penambahan mata kuliah umum atau mata kuliah dari jurusan yang ada di fakultas Adab dan Humaniora, bukan mengintegrasikan antara keilmuan dan keislaman. Padahal upaya integrasi seharusnya yang diperlukan adalah dosen yang menguasai ilmu-ilmu humaniora sekaligus memiliki kompetensi keilmuan Islam serta mampu mengintegrasikan keduanya. Sehingga ketika kita belajar di Ilmu Perpustakaan dan Bahasa dan Sastra Inggris kita mendapatkan mata kuliah yang terintergrasi langsung dengan pengetahuan perpustakaan persepektif islam atau sastra inggris perspektif islam. Namun mungkin saja ini disebabkan karena belum adanya alumni atau perguruan tinggi yang memfasilitasi magister untuk integrasi ilmu tersebut.
c.       Dosen Pembimbing : Seringnya mahasiswa terlambat selesai, salah satu penyebabnya ialah adanya kesan di persulit. Mungkin selama ini mahasiswa mengira sulitnya menyelesaikan studi karena faktor kemalasan untuk mengurus namun ternyata faktor tersebut bukanlah sepenuhnya yang menjadi alasan, sebab kondisi yang kita lihat bahwa ternyata kita masih mendapati beberapa dosen yang sengaja mempersulit, salah satu contohnya ialah ketika judul skripsi seorang mahasiswa telah di setujui namun pada saat ditengah proses penyelesaian penelitian tiba-tiba ada dosen pembimbing yang langsung menyuruh untuk ganti judul, kajiannya atau pokok penelitian bahkan terkadang tanpa ada solusinya, apalagi jika yang ditunjuk jadi dosen pembimbing lagi kuliah diluar negeri atau luar kota. Kebanyakan juga yang hanya fokus pada metodologi penulisannya dibandingkan isi penelitiannya. Pada akhirnya mahasiswa berharap tak ada lagi tagline “Gampang masuk, susah keluar” yang terdengar di Fakultas Adab dan Humaniora.
2.      Untuk di bidang administrasi umum dan keuangan ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan dan di selesaikan yaitu :
a.       Perlu adanya transparansi dan kelancaran dana tetap lembaga Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Humaniora (BEM & HMJ sejajaran) setiap periode kepengurusan. Hal tersebut menjadi sangat penting bagi para pengurus lembaga kemahasiswaan sebab selama ini kita menyadari bahwa kendala utama mahasiswa dalam melaksanakan program kerjanya adalah dana. Sebenarnya lembaga mahasiswa punya dana yang tetap setiap periode dan setiap semester dari pembayaran spp mahasiswa seperti halnya BEM dan HMJ di Fakultas lain, namun bagi lembaga mahasiswa fakultas Adab dan Humaniora sendiri terkadang dalam setiap periodenya hanya mendapatkan separuh dari dana yang telah ditetapkan, entah kenapa hal demikian terjadi. Misalnya untuk periode 2012-2013 rencana anggaran lembaga mahasiswa (BEM dan HMJ) untuk pembinaan mahasiswa sebesar Rp. 43.750.000 yang kemudian di rincikan untuk masing-masing BEM dan HMJ (sumber RKA-KL). Berulang kali kami meminta keterangan kepada pimpinan Fakultas mengenai pendanaan BEM dan HMJ namun tidak ada jawaban yang jelas. Nah disinilah kita membutuhkan peran dari pembantu dekan II dan bendahara fakultas untuk serius memperhatikan dana kemahasiswaan setiap periode kepengurusan agar tak lagi terlambat dan terhambat.
b.      Kejelasan uang pembinaan kegiatan kemahasiswaan baru angkatan 2011 yang di bayar pada saat semester 1 sebesar Rp 175.000 per orang. Menurut informasi yang didapatkan pengurus lembaga bahwa dana tersebut sampai saat ini belum sampai ke fakultas, entah apa alasannya sehingga hal demikian terjadi. Padahal dari pembayaran sebesar Rp 175.000,- ini pembagiannya sudah diatur bahwa biaya pembuatan almamater Rp. 75.000,- dan sisa RP. 100.000 tersebut kemudian 40% di kelola oleh pihak universitas untuk pembinaan kegiatan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas (BEM-U dan UKM) dan sisa 60% untuk pembinaan kegiatanlembaga  kemahasiswaan (BEM-F dan HMJ). Apakah kita harus merelakan uang yang menjadi hak mahasiswa menjadi tidak jelas arahnya ?
sekali lagi keseriusan pimpinan dan keterbukaannya sangat dibutuhkan sebagai mitra lembaga kemahasiswaa.
c.       Perlu adanya transparansi dan keadilan pemberian beasiswa kepada mahasiswa. Untuk hal ini dibutuhkan sikap adil sebab selama ini pemberian beasiswa terkesan tidak adil bahkan terkadang hanya diberikan kepada orang-orang dekat. Kami mengusulkan kepada pimpinan fakultas untuk memberikan kepercayaan kepada BEM dan HMJ untuk mengusulkan nama-nama mahasiswa yang betul-betul membutuhkan atau yang berhak mendapatkan beasiswa sesuai dengan persyaratan yang berlaku bahkan jika perlu harusnya para pengurus BEM dan HMJ lah yang diperhatikan sebab mereka selama ini mengabdi kepada jurusan dan fakultas dalam mewujudkan visi dan misi jurusan dan fakultas Adab dan Humaniora melalui kegiatan. Bahkan lembaga kemahasiswaan menginginkan adanya pemberian tugas menulis karya tulis ilmiah kepada mahasiswa yang mendapatkan beasiswa seperti yang dilakukan oleh Bank Indonesia, sehingga ada konstribusi yang bisa dihasilkan dan diperlihatkan mahasiswa yang mendapat beasiswa. Berkaca pada kampus UGM yang memiliki mahasiswa yang hebat dalam menulis, salah satu yang mereka terapkan ialah mahasiswa penerima beasiswa di wajibkan menyetor karya tulis ilmiah, sehingga melalui penerapan tersebut budaya menulis mahasiswa Adab dan Humaniora semakin nyata. Apalagi mahasiswa Adab selama ini kering akan karya tulis padahal kita adalah fakultas Adab yang memiliki mahasiswa calon sastrawan. 
d.      Penyediaan fasilitas kantor atau sekretariat lembaga mahasiswa. Selama ini salah satu kendala yang dihadapi pengurus lembaga yaitu tidak adanya komputer dan print sebagai aspek penunjang kelancaran administrasi persuratan. Mungkin hal ini sepele bagi kita namun sangat penting dalam kegiatan keorganisasian , sebab selama ini ketika ingin membuat persuratan terkadang tertunda karena harus ke rental komputer atau print out. Selain itu saat ini memasuki setengah periode kepengurusan BEM dan HMJ belum mendapatkan pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) yang biasanya tahun-tahun sebelumnya didapatkan diawal kepengurusan.
e.       Pengelola dan aturan perpustakaan fakultas. Aturan perpustakaan fakultas Adab dan Humaniora yang melarang membawa notebook atau laptop kedalam perpustakaan sangat rancu, padahal tujuan mahasiswa untuk membawa laptop yaitu untuk mencatat atau mengetik langsung di laptop hasil dari bacaannya. Mungkin saja karena pengelola perpustakaan tersebut tidak mengetahui aturan umum sebuah perpustakaan sebab kenyataannya pengelolanya bukan dari alumni ilmu perpustakaan padahal fakultas kita punya alumni dan mahasiswa dari jurusan perpustakaan. Sehingga strategi pengelolaan dan menarik minat berkunjung mahasiswa hampir tidak ada, maka perpustakaan bagaikan ruangan museum. Disinilah juga letak tidak adanya upaya pemberdayaan alumni sendiri baik di jurusan, IP, BSI, BSA, dan SKI.     
f.       Belum ada upaya yang serius yang di perlihatkan pimpinan fakultas dalam menangani area parkir kendaraan bermotor, sebagaimana yang kita perhatikan setiap harinya terjadi kesembrawutan. Sengketa lahan di belakang fakultas yang seharusnya menjadi area parkir hingga saat ini kurang diupayakan untuk dicari solusi , dan sampai kapan akan seperti ini ? Selain fasilitas parkir yang kurang di perhatikan, ternyata toilet atau wc umum masih kurang perhatian dari cleaning service.
g.      Kesan sistem online KRS yang hanya sekedar formalitas, bagaimana tidak ketika sosialisasi dari petugas sistem online kampus menyampaikan bahwa proses pengurusan KRS yang dulunya manual kini menjadi sistem Online namun pada saat penerapan berlangsung justru kita disibukkan dengan aktivitas print out dari data KRS sistem online tersebut. Bahkan mirisnya beberapa jurusan tidak mau menerima hasil print out KRS jika tidak memiliki foto atau tidak tercantum tanggal download melalui file PDF. Kesan yang muncul dikalangan mahasiswa ada faktor kesengajaan yang dilakukan sebagai upaya untuk menyibukkan mahasiswa dengan aktifitas KRS yang dulunya di fakultas dan universitas pengurusan KRS hanya simple bahkan terkadang tidak ada di fakultas Adab. Maka untuk apa sistem Online jika kemudian harus menyetor dalam bentuk manual (Print Out) ?
3.      Untuk di bidang kemahasiswaan beberapa persoalan yang harus diperhatikan yaitu :
a.       Kurangnya respon mahasiswa terhadap kegiatan kemahasiswaan yang di buat oleh lembaga kemahasiswaan (BEM & HMJ) karena adanya pergeseran aktivitas mahasiswa yang dulunya sangat apresiasi dengan kegiatan lembaga namun sekarang mahasiswa di sibukkan dengan main internet atau kegiatan lainnya yang bersifat hedon. Salah satu penyebab hilangnya daya tarik mahasiswa untuk mengikuti kegiatan lembaga yaitu tidak adanya bentuk penghargaan atau nilai dari pihak kampus kepada mahasiswa yang mengikuti kegiatan-kegiatan lembaga seperti seminar, diskusi, atau kegiatan yang lain, yang dulunya ada sistem penerapan nilai SKS sertifikat yang diperoleh melalui kegiatan yang diikuti mahasiswa. Padahal salah satu wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa yaitu dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, bukan hanya dibangku kuliah. Maka perlu ada kebijakan dari pimpinan untuk menerapkan sistem SKS sertifikat kegiatan mahasiswa ketika ingin menyelesaikan studi. Selain itu, Ini juga diakibatkan karena tidak adanya orientasi pengenalan akademik atau yang lazim di sebut OPAK. OPAK yang selama ini sebagai wadah mengenalkan dan mengajak mahasiswa untuk aktif berorganisasi, kini yang terjadi acuh tak acuh dan cuek terhadap sesama mahasiswa sehingga kebersamaan fakultas Adab dan Humaniora tak terlihat lagi seperti yang dulu. Mungkin kita tinggal menunggu tagline mahasiswa Adab “Besar dalam kekecilannya atau Besar dalam kebersamaan” berubah menjadi “Kecil Karena Kekecilanya”. Maka lembaga mahasiswa sangat butuh wadah untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kegiatan OPAK sebagai ajang silaturahmi dan budaya saling menhargai. Jika pimpinan universitas tak lagi mau mengadakan OPAK, maka perlu ada kebijakan fakultas sebagai solusi dari permasalahan tersebut.     
b.      Kurangnya perhatian pimpinan fakultas terhadap kemahasiswaan saat ini, salah satu contohnya ialah kurangnya motivasi dan dukungan kepada mahasiswa untuk berorganisasi sehingga mahasiswa saat ini hanya condong kepada aktivitas kuliah saja tanpa dibarengi dengan berorganisasi, padahal selama ini organisasi merupakan wadah mahasiswa mengasah kepemimpinan dan pengalaman sebab di bangku kuliah tidak didapatkan soft skill baik emosional, spritual dan intelektual. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora sangat merasakan dampak dari kurangnya minat mahasiswa untuk berorganisasi. Salah satu keluhannya ialah jarangnya mahasiswa yang ingin ikut berpartisipasi dalam kegiatan, dan daya kritis dan kreatifitas mahasiswa berkurang. Ditambah lagi dengan akan adanya program yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 ini yaitu salah satunya CBP, yang nantinya tidak ada lagi ruang mahasiswa baru untuk mengikuti kegiatan organisasi dan tentu saja peluang lembaga mahasiswa intra dan ekstra maupun penyalur bakat dan minat dengan sendirinya akan kehilangan kesempatan untuk merekrut anggota baru. Maka wajar kesan yang muncul di kalangan mahasiswa saat ini bahwa mahasiswa hanya diarahkan dan disibukkan kepada aktivitas akademik semata, dan adanya wacana seperti NKK dan BKK yang dilakukan pada rezim orde baru dalam membendung gerakan-gerakan mahasiswa.

Pada akhirnya perlu kita sadari bersama bahwa posisi mahasiswa dalam sebuah perguruan tinggi merupakan sasaran untuk melahirkan sumber daya manusia yang handal professional di kemudian hari bagi masyarakat. Tentunya kita berharap keluhan-keluhan di atas dapat di tindak lanjuti oleh pimpinan sebagai bentuk perhatian kondisi fakultas dan keprihatinan lembaga kemahaiswaan. Peran mahasiswa melalui lembaga kemahasiswaannya diharapkan mampu mengubah paradigma seluruh civitas akademika UIN Alauddin Makassar yang ada di kampus supaya lebih positif, kolaboratif, adaptif dan inovatif.   


Penulis adalah Ketua BEM Fakultas Adab dan Humaniora
                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar